Saya adalah orang yang amat sangat percaya bahwa "people can change". Berlawanan dengan teman lama yang amat sangat tidak percaya bahwa orang tidak mampu berubah. Tapi kali ini saya bener2 kepentok. Ketemu orang yang dari dulu begitu terus, nggak pernah sadar dan mau berubah. Usia sudah nyaris nyerempet 40 tahun, masih saja bertahan dengan gayanya yang "leda lede" (bahasa jawa yang artinya santai bo).
Banyak orang berubah, khususnya laki2 setelah mereka menikah. Beban dan predikat tambahan sebagai kepala rumah tangga membuat hati dan pemikiran laki2 menjadi lebih bertanggungjawab. Yang dulunya "nakal" jadi lebih alim, atau yang dulunya suka dugem mungkin masih dugem tapi yaaa berkurang dikit lah.
Tapi Tuhan tidak menciptakan manusia sebagai robot yang seragam. Jadi tidak semua laki2 mampu berubah sepeti itu. Obyek yang saya katain "sekali goblok tetap goblok" ini tetap nggak berubah. Omg, anaknya sudah mau dua, tapi masih "leda-lede", idup jadi benalu terus buat emaknya, tangan menengadah terus ke emaknya. Nggak ada kata malu ke keponakannya yang sudah disapih ASI ibunya.
Sulit rasanya menyalahkan sang emak yang memang produk jaman baheula, produk wanita Jawa yang akan berjibaku total untuk anaknya, berapa pun umur anak itu, seberapa mampu pun sebenarnya sang anak. Wanita yang begitu mulia.
Wanita mulia yang diperdayakan oleh anaknya si "sekali goblok tetap goblok". Saya tengok ke belakang...rasanya mulut sudah berbusa-busa menguliahi si "sekali goblok tetap goblok" ini. Saya evaluasi diri lagi...hmmmm rasanya sudah cukup banyak tangan mengulurkan pertolongan dan sekaligus menghajarnya untuk tau diri. Apa lagi yang kurang ya?
Akhirnya saya harus menerima kenyataan bahwa tidak selamanya orang bisa berubah. Ah, mungkin saya terlalu pede dengan keyakinan saya bahwa manusia bisa berubah.
Victor Frankl bilang "When we are no longer able to change a situation, we are challenged to change ourselves".
So, berarti saya kah yang harus berubah? Berubah jadi goblok seperti dia? Menerima kenyataan bahwa menjadi benalu adalah benar? Ya nggak lah ya. Jangan goblok Wulan, begitu berulang kali setiap malam di hari2 ini saya berkata pada diri saya sendiri. So what shoul I do?
Saya adalah orang yang sangat yakin bahwa "perpaduan akal dan hatilah yang akan menciptkan keseimbangan dalam hidup". Sudah payah saya merumuskan kalimat / wise word itu (tahun 2010 ini saya buat wise word itu untuk agenda dan kalender). Sekarang waktunya saya untuk mempraktekkannya (kembali).
Saya nggak mungkin merubah value dan cara pandang saya tentang kegoblokan orang tersebut, tapi saya harus lebih cerdik mencari celah untuk merubahnya. Saya harus mampu bermain peran untuk masuk ke situasi kegoblokan itu. Gampang kan? Ya nggak lah, susah itu. Tapi saya coba rever ke kalimat Victor Frankl di atas. Yah, betul saya yang harus berubah. Berubah dalam arti merubah cara saya mendekati si goblok agar ia berubah.
Walau rasanya pintu sudah tertutup, saya harus bisa cari pintu lain. Kalau nggak ada? Cari jendela. Kalau nggak ada? Buat pintu sendiri! Semoga saya masih punya energi untuk itu.
Saya harus bisa "adigang, adigung, adiguna", saya harus bisa pake kekuatan, kebaikan dan kecerdasanku.
Wish me luck!
Belum ada tanggapan untuk "Sekali goblok, tetap goblok"
Post a Comment