Oneng The Girl Ghost (Oneng Si Tuyul Perempuan)

(Tulisan ini dipersembahkan untuk ananda Bima Anggara yang menjadi inspirasiku dalam hidup dan berkarya. Jangan pernah berkata kalah pada kekalahan, Nak. Terkadang kita membutuhkan kekalahan sebagai vitamin dalam hidup, untuk menyadarkan kita akan banyaknya anugerah dan potensi yang belum kita gunakan. God bless you, Son!)


Di sebuah desa di Jawa Barat yang sangat indah, seorang gadis cilik bernama Oneng hidup bersama ibunya bernama Nyai Euis, yang bekerja sebagai tukang masak yang terkenal. Masakan Nyai Euis terkenal sangat lezat, dan Oneng sangat suka makan masakan itu. Tidak heran jika Oneng bertubuh gemuk. Tapi walaupun gemuk, gerak Oneng sangat lincah, Ia tidak bisa duduk diam. Oneng sangat suka bermain.

Hanya saja Oneng tidak suka bermain dengan anak-anak perempuan, karena Oneng tidak suka permainan anak-anak perempuan seperti congklak atau bermain boneka rumput kesukaan anak-anak perempuan di desanya. Anak-anak perempuan lain juga suka bermain menata rambut mereka, mengepang rambut, menyanggul rambut dan lain-lain. Oneng justru tidak suka permainan itu karena Oneng tidak pernah mau membuka kerudung yang digunakannya sehari-hari. Entah mengapa Oneng tidak pernah mau melepas kerudungnya. Karena itu anak-anak perempuan menjauhinya. Oneng juga sering dihina karena badannya yang gemuk.

Oneng lebih suka bermain dengan anak laki-laki. Oneng memang tomboy. Ia sangat suka bermain kelereng, berlari-lari mengejar layang-layang dan tidak lupa berlatih pencak silat. Di Jawa Barat pencak silat tradisional sangatlah populer. Selain itu Oneng juga sangat suka makan sekenyangnya, dan kesukaan Oneng adalah makan petai! Di Jawa Barat, petai merupakan makanan yang populer. Dalam jumlah sedikit petai digunakan sebagai penyedap rasa dan bau makanan, tapi kalau dimakan dalam jumlah banyak bisa membuat bau mulut dan kentut jadi tidak enak, seperti halnya Oneng. Anak laki-laki tidak memperdulikan hal itu. Tapi anak perempuan sangat tidak suka, karena itu Oneng makin sering dihina anak-anak perempuan.

Hal itu membuat Oneng merasa sedih. Ibunya selalu menghibur. Di sela-sela kesibukannya memasak, Nyai Euis selalu menyempatkan diri menasehati Oneng untuk berbesar hati dan tetap berbuat baik pada orang-orang yang sering menghinanya.

Suatu waktu di desa tempat Oneng tinggal sedang musim orang-orang bermain layang-layang. Di lapangan luas berkumpul banyak orang sedang bermain layang-layang, banyak pula orang-orang yang hanya duduk-duduk bersantai di pinggir lapangan sambil menikmati pemandangan permainan layang-layang di hari yang cerah. Oneng sangat gembira, Ia pun sibuk menerbangkan layang-layang, dan berlari-lari mengejar layang-layang yang putus bersama teman-teman laki-lakinya.

Tiba-tiba datang angin ribut yang sangat kencang menerpa desa itu, menerjang lapangan yang sedang dipenuhi orang. Semua berlari ketakutan!. “Lari, lari!”, teriak orang-orang. Mereka berlarian kesana kemari, banyak orang saling bertabrakan! Banyak barang beterbangan! Suasana menjadi sangat kacau! Oneng pun ketakutan ia berlari menyelamatkan diri, namun tiba-tiba angin kencang tersebut menerjangnya. Oh tidak! Angin kencang tersebut membanting dirinya. Bruk! Oneng jatuh tertelungkup di atas tanah. Suara hiruk pikuk bercampur baur, namun kemudian mereda secara perlahan. Hening.

Oneng berdiri perlahan. Badannya masih lemah. Suasana hening perlahan kembali hilang. Ada suara orang keheranan, dan lama kelamaan ada suara orang berteriak, dan suara itu makin keras, makin banyak orang tertawa. Ada apa gerangan? Oneng pun menggosok matanya yang masih berkunang-kunang akibat terjatuh. Ia bingung melihat orang berkerumun di sekitarnya, menunjuk dirinya, melototi dirinya. Mereka semua tertawa. Mereka semua mentertawai Oneng.

“Mengapa kalian memandangiku? Oh, mengapa kalian mentertawaiku?”, tanya Oneng. “Oh tidak! Mana kerudungku? Tidak...!”, jerit Oneng. Ia memegang kepalanya, kerudung tak ada lagi. Kerudungnya hilang, diterbangkan oleh angin kencang tadi. Oneng ketakutan menutup mukanya. Orang-orang semakin keras mentertawai dirinya. “Ada hantu!”. “Ha..ha...Oneng tuyul!”. “Tuyul! Tuyul! Oneng tuyul perempuan! Oneng tuyul perempuan!”. Mereka berteriak menunjuk-nunjuk Oneng. Mengapa demikian? Semua orang melihat kepala Oneng yang ternyata botak, nyaris tanpa rambut kecuali 5 helai rambut yang tumbuh dengan aneh di kepalanya. Oneng pun menangis ketakutan dan berlari menyelamatkan diri.

Sejak saat itu semua orang selalu menghinanya sebagai tuyul perempuan. Oneng tidak bisa lagi bermain layang-layang dan berlatih silat seperti biasa. Tak ada yang mau berteman dengannya.

Oneng sangat sedih karena ia adalah anak yang sangat suka bermain, ia tidak tahan bersembunyi di dalam rumah terus menerus. Oneng menangis di pangkuan ibunya. Nyai Euis mengelus kepalanya, menasehatinya untuk menerima kondisi ini. Nyai Euis sangat sedih, Ia sudah berusaha melakukan banyak hal untuk menumbuhkan rambut Oneng, namun tidak pernah ada hasilnya. Nyai Euis hanya bisa menghibur dengan memasak makanan kesukaan Oneng yaitu memasak petai. Kebetulan kali ini Ia hanya memiliki sedikit petai, sehingga petai hanya digunakan sebagai penyedap dan pengharum sayuran yang dimasaknya. Hmmmm...bau harum menyebar sampai ke luar rumah.

Di saat yang bersamaan seorang Dewi sedang terbang di langit di atas rumah Nyai Euis. Ia pun terhenti karena mencium bau sedap masakan Nyai Euis. Tanpa diketahui Nyai Euis, sang Dewi bidadari tersebut masuk ke dapurnya. Nyai Euis terkejut sambil terkagum-kagum melihat kecantikan sang Dewi. Ia sangat cantik dengan tubuh semampi dan rambut panjang tergurai.

Sang Dewi cantik itu meminta maaf atas kelancangannya dan meminta ijin apakah ia boleh mencicipi masakan Nyai Euis. Tiba-tiba di benak Nyai Euis terbersit pemikiran untuk mengabulkan permintaan Dewi tersebut dengan satu syarat. Ia pun membisikkan syarat itu ke telinga sang Dewi. Sejenak sang Dewi ragu dengan syarat tersebut, Ia pun membalik badan bermaksud keluar dari rumah Nyai Euis. Namun langkahnya terhenti begitu harum masakan Nyai Euis dengan bumbu petainya kembali menyerbak. Ia pun membalikkan badan dan menawarkan berbagai perhiasan emas yang digunakannya sebagai pengganti masakan Nyai Euis. Namun Nyai Euis tetap bertahan pada permintaan awalnya. Akhirnya karena tak tahan godaan bau semerbak makanan Nyai Euis, sang Dewi pun menyetujui syarat yang diajukan Nyai Euis! Ah betapa senangnya hati Nyai Euis.

Nyai Euis pun memanggil Oneng. Dengan kebingungan dan terkagum-kagum Oneng memandang Dewi yang sangat cantik tersebut. Ia tidak memahami rencana Ibunya dan sang bidadari. Kemudian sang Dewi memintanya memejamkan mata. Oneng masih kebingungan, namun menurutinya. Hatinya berdetak tak menentu menebak apa yang akan terjadi.

Tak lama kemudian dengan sang Dewi meminta Oneng membuka matanya. Perlahan Oneng membuka matanya. Ia tidak melihat perubahan apa pun disekelilingnya. Namun begitu matanya tertuju pada Ibunya, dahinya mengerut keheranan. Nyai Euis menangis terharu melihat dirinya. Oneng makin kebingungan. Nyai Euis pun menuntunnya menuju ke cermin. “Oh Tuhan!”, jerit Oneng. Ya, Oneng berubah menjadi seorang anak perempuan yang cantik! Oneng menggosok-gosok matanya karena tak percaya. Ia memegang kepala. Ternyata 5 helai rambut itu tak ada lagi. Kepalanya yang semula nyaris licin sekarang ditumbuhi rambut lebat nan panjang tergurai. Badannya yang semula gemuk menjadi semampai.

Dengan haru Nyai Oneng menceritakan asal mula kejadiannya pada Oneng, dan mereka pun mengucapkan terima kasih pada sang Dewi. Kemudian sang Dewi berpesan agar Oneng tidak menjadi sombong karena perubahannya ini. Oneng dengan rendah hati mengiyakannya.

Sejak saat itu semua orang menyukainya, semua orang ingin berteman dengannya. Oneng tidak menaruh dendam pada mereka. Oneng memaafkan teman-temannya, karena Oneng adalah anak yang baik hati, terlepas dari buruknya penampilan fisik dirinya sebelum ini.


Moral: Dari cerita tentang Oneng dapat disimpulkan bahwa walaupun penampilan fisik adalah penting, namun kepribadian manusia jauh lebih penting dibandingkan penampilan fisik. Don’t judge a book by the cover!



CERITA INI TERINSIPRASI OLEH CERITA DAERAH LAIN YAITU "SUWIDAK LORO" YANG DIADAPTASI KE DAERAH JAWA BARAT. CERITA INI ADALAH COPYRIGHT DARI PENULIS. PENGUTIPAN ATAU PENYALINAN DARI CERITA INI HARUS SEIJIN PENULIS.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Oneng The Girl Ghost (Oneng Si Tuyul Perempuan)"

Post a Comment