LASKAR GUNUNG BRINTIK





Nama lengkapku Juniwulan Dewi Permaining Tyas. Bukan Yuniwulan bla bla bla ya guys...:). Kira-kira 28 tahun lalu aku meninggalkan sebuah sekolah yang begitu membekas, SMP Domenico Savio. Di SMP, begajul-begajul itu memanggilku Jawul. Heeeh mau protes tambah diketawain. Nama yang nggak ada bagus-bagusnya sama sekali. Maklum waktu itu badan masih kurus kering seperti jalangkung. Sementara di SMA dan selama kuliah di Fakultas Psikologi UGM, teman-teman memberiku nama Uul. Nah, itu nama baru manis. Sekarang aku lebih suka pake nama Wulan Dewi.

Tapi ternyata nama Jawul pemberian begajul-begajul itu ngangenin juga. So datanglah aku ke Reuni SMP Domenico Savio Angkatan 1983 yang baru saja berlangsung 27 Desember 2011 lalu. Wuiiiih so sweet deh. Sampe-sampe aku merasa harus sempetin buat sedikit tulisan fiktif yang nggak fiktif. Bingung tho? Semoga tulisan ini nggak menyinggung karena ada yang hiperbola dikit.
Peace man. I luv u all guys!



LASKAR GUNUNG BRINTIK


SEBUAH AWAL

Selasa 27 Desember 2011. Pagi yang dinanti pun datang. Bergegas mobil kupacu menjemput Tutu. Sekejap wajah putih cantik itu muncul dan masuk ke dalam mobil. Dan masih seperti 28 tahun yang lalu, dari mulutnya meluncurlah cerita secara bertubi-tubi tanpa henti. Sambil menggenggam erat setir mobil pun aku tersenyum dan berkata dalam hati, "Teteeeep".

Kami pun sampai di hotel, meeting point kami dengan Catrin & Mona. Wajah Mona tidak membuatku surprise berkat bocoran teknologi Blackberry. Ah, suaranya juga masih khas Mona 28 tahun yang lalu. Aku pun kembali tersenyum dan berkata dalam hati: "Tetep juga....".

Tak lama Catrin pun muncul, dengan senyum cantiknya dan gerak halusnya yang tidak hilang sejak 28 tahun lalu. Untuk yang ini aku nggak surprise karena malam sebelumnya kami sudah ketemu di reuni SD. Yang jelas keayuan Catrin yang membuat seseorang di kelas C terkapar, masih tetep menawan. Gumamku dalam hati, “Semoga saja hari ini tuh anak nggak terkapar lagi”.

Kami segera meluncur ke kampus eh salah, meluncur ke bekas sekolah kami SMP Domenico Savio di sebuah tempat yang untuk mudahnya sebut saja Gunung Brintik. Sebuah sekolah yang begitu membekas di hati. Gimana enggak, sekolah ini selalu masuk dalam ranking 5 besar nasional. Wuiiih, GR.com deh. By the way Gunung Brintik itu bukan gunung serius ya, itu hanya sebuah bukit di tengah kota Semarang, dimana sekolah kami menyatu dengan lokasi Katedral yang berada di kaki Gunung Brintik.

Sambil menikmati menyetir di Semarang yang aduhai lancarnya dan mendengarkan kicauan Catrin, Mona dan Tutu, aku sayup-sayup mendengarkan radio yang sedang mempromosikan Laskar Pelangi yang akan tampil di Dunia Fantasi. Lamunanku pun melayang, ah semoga teman-teman yang kutemui di reuni ini nanti seasyik Laskar Pelangi. Tapi di Gunung Brintik nggak ada pelangi, aaaah kalau begitu aku kasih nama ini saja: Laskar Gunung Brintik! Yah, maksa.com dikit lah.

Tak terasa sampailah kami di kaki Gunung Brintik. Saat keluar dari mobil, mata kulayangkan jauh mengintip deretan bapak-bapak berkaos merah di depan aula. Alamak, sudah bapak-bapak mereka! Heh, kadang aku lupa bahwa usia kami memang sudah mulai senja...ha..ha..ha... Dan aku juga lupa kalau sekolah ini bekas sekolah khusus laki-laki yang kemudian menerima sedikit murid perempuan. Bisa dimaklumi kalau jumlah laki-laki sangat dominan di sini, dan bisa dimaklumi juga kenapa sosokku berkembang menjadi rada-rada gagah ketimbang feminin. Gimana enggak coba, aku, cewek harus jadi ketua kelas anak-anak laki begundal begitu? Masya Allah kalau diinget lagi, itu masa-masa paling stres dalam hidupku. Untung sekarang masih bisa hidup sehat wal’afiat.

Mataku mencari-cari sosok yang kukenal diantara mereka. Lah, nggak ada yg kenal! Mati aku! Untung aku datang berempat, jadi nggak terlalu keliatan bego. Sumpah, telepatiku juga bilang bahwa sebenarnya Catrin, Mona & Tutu juga rada-rada tulalit dengan wajah-wajah yang menyambut kami. Tapi dengan gaya sok kenal satu persatu kami salami mereka.

Aha! Ada wajah yang kukenal! Thanks God. Ada wajah bulat Yohanes. Hmmm...tapi ekspresi bengalnya sudah nggak ada. Ups, ternyata masih ada bekasnya.......lirikan mata Yohanes mengekor pada sesosok seksi dan mulus dengan rok mini di sekitarku. Ha ha ha.....tetep juga, tawaku dalam hati. Jangan-jangan dia juga masih tetep penggemar Nick Carter. Hush, aku tepis pikiran jahil itu.


ANTARA GANTENG, TINTIN & HORMON WANITA

Karena pikiran jahil itu aku agak nggak konsentrasi dengan jabatan tanganku. Tiba-tiba saja ada suara bertanya, "Masih inget aku?". Refleks kata "Haaa?" hampir meluncur dari bibirku. Tapi kata itu tertahan karena aku bengong melihat sosok ganteng di depanku. Di hadapanku berdiri seorang laki-laki ganteng yang sumpah demi apa, aku nggak ngerasa kenal. Rasanya di kelas dulu nggak ada yang ganteng deh. Tapi ekspresi kalem itu mengingatkanku pada satu sosok. Ya Allah, itu Koko! Wah kalau yang ini sih berubah total. Teori "tetep" ku pun tidak terbukti kali ini.

Pikirku mungkin anak-anak cowok memang berubah. Tapi ada sebuah wajah dengan jambul rambut khas (bukan jambul noraknya Syahrani ya) yang mematahkan hipotesaku tadi. Aku pun tersenyum melihat wajah serupa Tintin, tokoh kartun favoritku itu. Uthe, nggak banyak berubah kecuali kerutan di wajahnya dan badannya yang juga tidak lagi imut-imut seperti halnya Koko, plus ekspresinya yang kelihatan dewasa sekali.

Yang lain mana ya? Hati ini makin meloncat-loncat saking curious-nya ingin ketemu yang lain. Setelah cipika-cipiki dengan beberapa rekan kelas lain yang jujur I don't care about who they are, mata ini masih mencari-cari sosok-sosok mahluk 3C. Mana Laskar Gunung Brintik yang lain? Tiba-tiba ada teriakan kecil memekakkan kupingku, "Wulaaaan!". Gantian hormon wanitaku yang bereaksi menstimulusku untuk membalas teriakan itu dengan teriakan ala cewek, "Noviiii!!!". Di mataku Novi juga tetep, nggak banyak berubah, walaupun waktu telah merubahnya agak melebar, tapi Novi masih menyungging senyum manisnya 28 tahun yang lalu.


TAS KRESEK & NARSIS

Nostalgiaku dengan Novi terganggu dengan sebuah kantung plastik kresek yang disodorkan Tutu. Eks Putri Citra yang cantik ini memamerkan jajanan pasar dalam kresek itu, yang katanya oleh-oleh Eddi. OMG! Eddi! I miss you so much! Aku pun bergegas membalikkan badan ke arah yang ditunjuk Tutu. Itu dia! Aku dan sesosok manusia bulat dengan wajah ceria plus kacamata itu meneriakkan nama masing-masing dan berlari ala slow motion mendekat. Untung aku masih jaim, kalo enggak mungkin pipi Eddi bakal jadi korban cipika cipiki ku. Heh, yang ini juga tetep, masih Eddi yang dulu: ndut, ceria dan menggemaskan. Oh ada tambahan lagi! Nggak tau kenapa kalau duduk deket Eddi bawaannya selalu lapar. Mungkin itu gift dari Tuhan yang bikin Eddi sekarang sukses dengan bisnis kulinernya: “Warung Eddi”.

Saat sibuk dengan Eddi ada seorang laki-laki yang sok kenal menjabat tanganku dan nimbrung ngobrol. "Iki sopo maneh?", tanyaku dalam hati. Kulirik name tag di dadanya. Walah ini Sadoe! Di benakku Sadoe adalah anak cowok hitam, mungil dengan hidung yang kembang kempis. Refleks kupukul pundak Sadoe sambil berteriak, "Kamu kok sekarang gede banget sih?!". Kupikir-pikir lagi itu pertanyaan terkonyol yang pernah kuucapkan. Ya iyalah 28 tahun sudah lewat kalau sampai nggak tumbuh ya pasti ada yang salah. Untung Sadoe sama konyolnya, dan dia pun terbahak mendengarnya. Buatku Sadoe berubah total, nggak ada lagi hidungnya yang suka kembang kempis itu!

Sejak saat itu Sadoe menjadi korbanku. Tau kenapa? Salah sendiri Sadoe bawa kamera besar dan bergaya fotografer. Nah, aku nggak pernah bisa diem liat fotografer bekerja. Kasihan mereka, sudah cape keberatan bawa kamera, nggak ada yang asyik untuk difoto. Jadi, yaaaa aku bermurah hati atau boleh juga dibilang maksa untuk selalu nampang di depan kamera mereka....ha..ha...ha. Maklum semua nama belakang aku dan teman-teman angkatanku semasa kuliah di Psikologi UGM adalah "narsis". Jadi nggak heran kan kalau aku tidak rela liat fotografer nganggur?


MASYA ALLAH & SMILING FACE

Sedang asyiknya foto sana foto sini, ada bapak-bapak berkumis yang tersenyum dan mengajakku salaman. Heran kenapa hari ini banyak bapak-bapak ya? Nah yang ini berwibawa banget, serasa salaman sama pejabat euy. Photoshop di kepala ku pun bekerja. Andai kumis itu di-delete, jadi siapa ya? Hmmm...sosok kalem bekal sikap wibawanya aku kenal. Yaaaa! Rusdi! Alamak....aku menemukan lagi 1 teman cowok yang tidak lagi imut-imut. Sepanjang reuni berjalan, kepala Rusdi terus bergeleng-geleng bukan karena dicekokin drugs tapi karena heran dengan tingkah laku teman-teman. Entah sudah berapa kalimat "Masya Allah" diucapkan Rusdi.

Teman-teman kelas C makin kelihatan banyak berdatangan. Kami pun sibuk berfoto seakan ini adalah reuni kelas C saja. Kami, Laskar Gunung Brintik pura-pura budeg dengan tidak menghiraukan panggilan panitia untuk memulai reuni. Berfoto ria, teriakan, rangkulan terus berlanjut.

Termasuk teriakan kerasku saat melihat seraut wajah dengan senyum khas. Smiling face yang sangat kukangeni. Bektiiiiiiii! Gosh, finally I met this girl! Eits ternyata yang kangen dan heboh ketemu Bekti bukan hanya aku. Busyet, teman-teman cowok juga! Wah aku lupa bahwa Bekti adalah cewek yang sangat easy going yang membuat teman-teman cowok juga sama sekali nggak rikuh dekat dengan Bekti. What a girl! Senyum lebar dan sikap cerianya tak hilang sama sekali.


BJ & THE STATISTIC ANALYSIS

Di antara kehebohan Bekti, menyeruak seorang wanita berjilbab yang mengacung-acungkan tangan. Maksudnya? Kenapa pula nih orang? Dahiku sempat berkerut mendengar kata-katanya, "BJ, BJ, BJ!". Tiiiing! Processor di otakku refleks bekerja dan menemukan memori kata BJ itu di belahan otak entah yang sebelah mana. Itu Tri Wahyuni! Kami biasa memanggilnya BJ sebagai nama panggilannya yang sebetulnya wujud sikap nakal kami di jaman SMP. Waktu itu setiap orang kami panggil dengan nama orangtuanya. Nama ayah Tri adalah Supirman yang diplesetkan ke judul film "BJ & The Bear" yang saat itu ngetop. Jadilah Tri dipanggil BJ. Dan tanpa dinyana justru nama BJ itu yang menjadi reminder kami di reuni ini. Heh siapa bilang sikap nakal nggak ada manfaatnya...:)

Tanpa kata BJ, secara fisik Tri termasuk cukup merepotkan otakku yang sudah mulai lemot untuk mengingatnya. Tapi ada lagi yang betul-betul bakal membuatku mengasah otak untuk mengingatnya berhubung secara fisik teman yang satu ini berubah total. Kalau diolah secara statistik dengan metode T-test hasilnya pasti sangat signifikan dengan p<0,05. Siapa dia? Ester namanya. Dahulu kala Ester adalah mahluk wanita ciptaan Tuhan termungil di kelas 3C. Selang 28 tahun kemudian Ester berubah menjadi tiruannya ibu Megawati eks presiden kita. Tapi cara bicaranya, smart-nya tidak hilang sama sekali. Dengan duduk di sebelah Ester, menatapnya lekuk wajahnya dan mendengar cara bicaranya aku pun tidak lagi tertipu dengan fisiknya secara keseluruhan. Lagian teknologi Blackberry lagi-lagi sudah kasih bocoran foto Ester, jadi ndomblong-ku nggak keterlaluan lah.


OBAT KURUS & PRESIDEN CHINA

Beberapa teman berkembang seperti kue bolu kukus yang mekrok nan menggiurkan. Mungkin beberapa teman mendambakan obat kurus untuk bisa kembali ke ukuran seperti dulu. Including me, yang sempat membengkak 3-4 tahun lalu. Tapi sebaliknya ada teman yang justru lebih kurus dibandingkan 28 tahun lalu. Andono namanya. Ini teman bikin bingung aku menetapkan label "tetep" atau "berubah". Paras mukanya sama sekali nggak berubah, hanya pipi dan badannya yang jauh mengurus. Tapi sikap kalemnya sekarang termodifikasi dengan sikapnya yang lebih usil. Hmmm....melihat Andono yang bisa kurus, tiba-tiba memoriku melayang pada tubuh tambun yang sedang berjemur di Bali. He he he.......harusnya Andono bagi-bagi resep dengan Handoko supaya bisa kurusan ya? Kuping Handoko mungkin panas diomongin begini. Biarin lah, daripada dia melototin bule topless melulu di Bali.

Lagi ngebayangin Bali tiba-tiba di depanku lewat seraut wajah oriental yang tidak asing. Aduh, tapi aku lupa namanya! Mata kupejamkan sementara tanganku menggaruk-garuk kepala, bukan karena kutuan tapi berusaha mengingat nama teman itu. Aaah! Chiang Kai Shek! Yes! aku pun bergegas berdiri mau menyalaminya. Tapi aku keduluan salah satu teman cowok yang menyalami sambil meneriakkan namanya, "Cia Keng Seng piye kabare?". Aku pun berhenti mendadak, "OMG! Untung aku belum sempet sebut namanya! Gosh, salah ya?". Sambil jaim aku pun tetap menyalami Cia Keng Seng. Setelah itu sambil duduk aku pun berpikir memutar otak yang makin sering tulalit ini, "Chiang Kai Shek itu siapa ya? Kok namanya serasa nempel di otakku?". Tau siapa dia? Heh ternyata nama salah satu presiden China yang legendaris, temannya dr Sun Yat Sen. Pantes aja inget.....


REUNION IDOL

Di reuni ini panitia mengundang 2 penyanyi yang nggak pernah cape nyanyi dari awal sampai akhir. Sebenarnya yang cape aku karena lihat gaya mereka yang serasa artis dari planet Mars dengan topi teraneh bin ajaib yang pernah kuliat dan rok terburuk menurut Fashion Police versiku.

Untungnya di antara mereka ada 2 anggota Laskar Gunung Brintik yang ciamik banget menandingi mereka. Serasa Broery Pesolima, Trisuryo pun berulang kali beraksi menyanyi dengan mendayu-dayu. Bisa jadi kalau Broery Pesolima masih hidup dia pengen ganti nama jadi Broery Pesotiga supaya namanya mirip dengan Trisuryo. Wuiiih, aku ndomblong melihat Trisuryo beraksi. Rasanya dulu Trisuryo nggak ketauan bisa nyanyi deh. Wah dia termasuk yang berubah! Gayanya itu lho, romantis banget jadi penyanyi. Trisuryo pun seakan lupa bahwa dia menggondol anaknya selama reuni. Tinggallah sang anak duduk di pinggir panggung sambil ndomblong melihat ayahnya sambil ngomel dalam hati, “Si Ayah ngapain sih itu? Cape nih! Bete nih! Laper nih!”.

Dan situasi panggung pun menjadi terasa seperti Indonesian Idol atau tepatnya Reunion Idol karena ternyata Laskar Gunung Brintik punya penyanyi 1 lagi! Sama hebohnya dengan Trisuryo, jagoan Dagger kelas 3C ini pun menjadi penyanyi dengan gaya yang berbeda jauh dengan Trisuryo. Yang ini gayanya ndil-ndilan. Aku pun tersenyum melihat body languange-nya yang sama sekali nggak berubah. Caranya menggerakkan badan sama persis dengan 28 tahun lalu. Selesai heboh berduet dan bergojet dengan mbak-mbak penyanyi yang aneh bin ajaib itu, Jarot pun kembali duduk di sebelahku. Kami pun mengobrol tentang keluarga. Aku menunjukkan foto anak-anak dan suamiku yang terganteng se-Asia Tenggara menurut versi majalah karanganku. Demikian pula Jarot yang menunjukkan foto keluarganya. Dan tiba-tiba Jarot pun membisikkan sesuatu di kupingku. Aku pun refleks memalingkan wajahku menatap tajam matanya, “Masih aja Rot? Please deh”. Hanya Tuhan yang tahu apa yang Jarot bisikkan, tapi yang jelas Jarot memang masih terkapar.


SHOCK & PEMADAM KEBAKARAN

Sesaat kulayangkan pandanganku ke bagian belakang kursi-kursi dimana kami duduk. Seraut wajah tanpa dosa memandangku dengan malu-malu. Ah, Ariadi. Yang satu ini sama sekali nggak berubah sampai ke mimik mukanya sekali pun. Pancaran wajah anak baik, eh sekarang bukan anak lagi, lebih tepatnya pancaran wajah orang baik-baik masih jelas terlihat. Waktu tampaknya tak mampu mengotori Ariadi, tetap steril, tidak seperti teman-teman laki-laki lainnya yang Masya Allah deh. Dari dulu Ariadi memang tidak banyak bicara. Ekspresi mukanya lah yang lebih banyak berbicara. Yang menarik adalah ada ekspresi muka yang hampir sama dari Ariadi dari beberapa foto yang diambil oleh fotografer, yaitu ekspresi shock atau kaget. Berhubung Ariadi tidak cerewet seperti teman-teman laki-laki lainnya, akhirnya aku harus menterjemahkan sendiri arti ekspresi shock tersebut. Mungkin kira-kira inilah kata-kata yang terlintas di kepala Ariadi: “Loh? Kok gitu ya? Walah! Ya ampun! Hiiiiii.... Ck ck ck kok nggak tau malu ya?” dan terakhir Ariadi mau teriak begini, “Aaaaaaaaarrghhhhh....!!!!!”

Mungkin kalau Ariadi jadi teriak seperti itu dan ada Darmanto, maka semuanya akan beres. Tapi untungnya Ariadi sangat sopan untuk tidak menyuarakan isi hatinya melihat tingkah laku teman-temannya yang Masya Allah tadi, termasuk tingkahku tentunya. Jadi Darmanto nggak perlu memadamkan kebakaran emosi yang muncul. Sayang sekali Darmanto datang terlambat, jadi nggak banyak kontak yang bisa kulakukan dengannya selain berjabat tangan dan sebentar menyapanya. Kulit Darmanto masih sama seperti dulu, kelam. Tapi sekarang kelihatan kenceng, lebih berotot, lebih berisi. Sudah pasti profesinya sebagai pemadam kebakaran banyak melatih ototnya. Jadi nggak perlu seperti sobatku Haryo yang harus bersusah payah sampai mampus untuk push up dan set up demi menguruskan perut buncitnya. Ah sayang, Haryo nggak bisa dateng ke reuni ini. Back to Darmanto, walaupun Darmanto datang terlambat dan hanya bisa bertemu sebentar, rasanya hati ini seneng banget. Darmanto yang seharusnya nggak bisa meninggalkan posnya yang siaga 24 jam, rela meninggalkan resiko Semarang kebakaran demi kabur ke reuni ini. What a such beatiful friendship I had!


ANGEL AND THE DEVIL

Bicara tentang orang baik, ada lagi satu teman yang punya keteguhan hati begitu kuat bak seorang malaikat. Sugeng namanya. Sugeng juga datang terlambat, jadi Sugeng nggak tau ada kehebohan apa sebelum dia datang. Sugeng nggak paham bahwa teman-temannya masih sama nakal dan gilanya dengan 28 tahun lalu. Dengan langkai gontai yang tidak berubah Sugeng mendatangi meja tempat aku dan teman-teman berkumpul. Dan tanpa ada aba-aba semua berdiri berebutan bersalaman dengan Sugeng. Ah, teman-temanku walaupun gila ternyata begitu nice, begitu bersahabat. Jadi trenyuh dan nyesel nyebut gila, walaupun itu faktanya yang tidak dapat dipungkiri, he he he.
Saat Sugeng datang, di atas panggung Jarot sedang beraksi bernyanyi dengan mbak-mbak penyanyi. Tiba-tiba Sugeng dipersilahkan naik ke panggung oleh salah satu dedengkot usil di Laskar Gunung Brintik. Yang satu ini memang terlahir dan mungkin sampai akhir hayatnya bakal tetap usil. Dedengkot usil ini mengalungkan kertas bekas di leher Sugeng, serasa mengalungkan bunga ucapan selamat datang dan mendorong Sugeng untuk naik ke atas panggung. Sugeng terlihat kebingungan. Tampak kakinya sempat akan melangkah ke anak tangga panggung. Untungnya alarm hati Sugeng berbunyi, wajar kan karena kebaikan hati Sugeng just like an angel. Alarmnya mengingatkan bahwa si dedengkot usil adalah sama halnya dengan the devil yang selalu akan menyesatkannya di alam raya ini. Alarmnya mengingatkan bahwa mahluk itu masih sama dengan 28 tahun lalu yang cukup sering ngerjain dirinya. Dengan tersenyum Sugeng pun tidak jadi naik ke panggung dan gagallah upaya ngerjain Sugeng.

Ngomong-ngomong tentang the devil tadi, aku selalu nyegir mengingat semua tingkahnya. Nggak habis pikir ibunda teman satu ini ngidam apa sewaktu hamil dia. Nakalnya minta ampun. Semua jadi korban, nggak pandang bulu, termasuk guru pun jadi korban. Jujur dulu kadang sebel lihat tingkahnya. Coba bayangkan penderitaanku sebagai Ketua Kelas ngadepin teman seperti itu. Ampun deh. Tapi nggak tau kenapa, justru sosok ini yang paling kukangenin untuk kutemui. Sedari awal reuni dimulai, mataku selalu mencari-cari sosok ini. Sempat terpikir bahwa dia tidak akan datang. Ah, bakal broken heart deh. Tapi Tuhan memang sayang padaku. Mungkin untuk membalas penderitaanku sebagai Ketua Kelas tadi, Tuhan menuntunnya untuk datang ke reuni. Thanks God, akhirnya sosok hitam yang konon paling males mandi itu pun datang. Aih aih, ada kumisnya sekarang, lebat pula. Oh tidak! Tutur katanya kok jadi sopan begitu? Keajaiban dunia ke delapan kali ya? Tapi tunggu dulu, alamak matanya....masih jelalatan seperti dulu. Tingkahnya? Tadi kan sudah diceritain bahwa Sugeng hampir jadi korbannya. He is still the same. Saking sibuknya menceritakan keunikan sosok ini, aku lupa sebut namanya. Dia Sumargo, biasa dipanggil Jalidin.


KENAPA NGGAK GAGAH DARI DULU YA?

Waktu sepanjang 28 tahun sudah pasti merubah diri seseorang. Teman-teman perempuan including me, berubah berkembang melebar walaupun gradasi perubahannya berbeda-beda. Nah kalau yang teman-teman laki-laki perubahannya ke atas, jadi tinggi-tinggi euy. Sebangsa Koko dan Utoro lah, nggak imut-imut lagi. Tapi untungnya juga nggak amit-amit.

Nah di antara sebangsa Koko dan Utoro tadi ada 2 orang yang buatku sangat menyolok mata. Namanya Anton Tri dan Robert. Kedua teman ini selain manglingi juga sangat menyebalkan. Tau kenapa? Coba, gimana nggak marah, ternyata kami sama-sama kuliah di UGM di angkatan yang sama. Barengan dijemur di lapangan Bulaksumur nan terik waktu penggojlokan di awal masuk. Sama-sama sering nongkrong di Gelanggang Mahasiswa UGM. Lah kok bisa-bisanya nggak saling kenal?! Keterlaluan kan? Yaaaa walaupun sebetulnya yang keterlaluan aku juga sih. Jelas aku nggak akan ngenalin diri mereka kalaupun pernah ketemu di kampus Bulaksumur dulu. Gimana mau kenal, lha wong yang tertanam di memoriku Anton Tri dan Robert adalah cowok imut-imut. Anton Tri tumbuh menjadi tinggi besar jauh dari bayanganku. Robert pun demikian, walaupun tidak tinggi besar tapi postur tubuh Robert berubah banyak, cukup gagah lho. Ternyata teman-teman cowok sekarang lumayan ganteng-ganteng dan gagah-gagah. Sayang kok nggak dari dulu ganteng dan gagahnya ya? Tau gitu kan ada yang dikecengin waktu SMP.....

Di mataku dan teman-teman perempuan, sebangsa Koko, Utoro, Anton Tri dan Robert terbukti berhasil mengalahkan teman-teman laki-laki yang sedari SMP sudah berbadan besar, contohnya Ari Pujo. Di jaman SMP rasanya Ari Pujo adalah anak laki-laki terbesar (di luar satu nama yang masih berjemur di Bali yang konon dari bayi memang sudah bengkak). Sekarang di jaman modern ini, Ari jadi kalah jauh dibandingkan Anton Tri. Lucu rasanya melihat Ari justru menjadi yang agak kecil dibandingkan yang lain di Laskar Gunung Brintik. Itu jelas merusak memoriku tentang SMP. Tapi ya gimana lagi, sudah jelas Ari disalip sebangsa Koko, Utoro, Anton Tri dan Robert. By the way, it’s nice to see Ari Pujo came to this reunion. Ari sempat kena stroke tapi terlihat cukup sehat saat ini. God bless you friend.


AWARD PALING AWET ENOM

Saat waktu makan siang nggak tau kenapa perut ini sama sekali nggak lapar, walaupun secara hitungan matematis harusnya tenagaku terkuras untuk ber-ha-ha-hi-hi, berteriak dan berlari sana sini untuk mejeng difoto. Di sisi lain kadang aku menyukai suasana hening, duduk sendiri mengamati hilir mudik orang di sekitarku. Hal itu pun kulakukan saat semua teman sibuk menyantap makan siang khas Semarang yang disediakan panitia.

Waktu terkadang menjadi momok bagi sebagian orang karena akan merenggut penampilan dan kekuatan fisik. Banyak orang ingin menjadi awet muda. Di ajang reuni seperti ini, kata “awet muda” bak menjadi primadona. Keheningan saat aku duduk sendiri di saat yang lain makan siang membuatku sempat untuk melakukan penilaian penentuan siapa yang sepantasnya mendapat award awet muda. Sambil sesekali aku menahan tawa melihat beberapa sosok teman dari kelas lain yang bersliweran, yang dulu cukup ganteng tapi sekarang nggak ada bekas gantengnya sama sekali dengan perut berlipat-lipat penuh dengan pager. Intermezo lah. Kemudian aku pun kembali melakukan penilaian award awet muda tersebut.

Ada beberapa nominator, tapi untuk teman perempuan sudah jelas Nanyk muncul sebagai pemenangnya. Rasanya wajah Nanyk tidak ada perubahan sama sekali. Caranya menatap dan lirikan matanya (yang pernah bikin satu teman laki-laki pernah termehek-mehek) masih sama seperti Nanyk 28 tahun yang lalu. Hanya rambutnya yang berubah menjadi panjang dan berombak. Semoga awet mudanya Nanyk ini nggak membuat yang termehek-mehek tadi kumat termehek-meheknya...peace man.

Untuk teman laki-laki aku cukup yakin memilih Anton Raharjo sebagai pemenangnya. Buatku kalau saja kami pernah berpapasan di jalan aku pasti akan mengenalinya. Memang beberapa keriput muncul di wajahnya, tapi sama sekali nggak merubah struktur mukanya. Kalau Eddi tetep gendut karena bisnis kuliner, mungkin Anton Raharjo awet muka karena bisnis salon dan anti aging cream kah?


AWARD PALING MANGLINGI

Selain award awet muda, aku juga menganugerahkan award paling manglingi. Terlepas dari makin lemotnya otakku dan teman-teman berhubung usia makin tidak kompak untuk menjaga memori, ada 1 teman perempuan yang memang betul-betul 200% manglingi. Pilihanku jatuh pada Kristina. Bukan karena faktor KKN gara-gara kami dulu sering pulang bareng naik angkot, tapi kenyataannya struktur muka Kristina memang berubah total. Tri Wahjuni merupakan pesaing terdekat, tapi Kristina ini keterlaluan sekali manglinginya. Saking manglinginya, Jarot sampai akhir acara masih kebingungan siapakah Kristina itu. Sampai akhirnya aku harus cari katalog SMP dimana ada foto-foto jadul kami. Tanganku sibuk membalik-balikkan katalog mencari foro Kristina. Setelah foto jadul Kristina ketemu, Jarot pun bolak-balik menatap foto itu bergantian dengan menatap Kristina yang duduk di belakangnya. Masya Allah segitunya deh si Jarot ini. Kristina jadi tersipu-sipu karena Jarot begitu agresifnya. Tapi syukur akhirnya amnesia Jarot pun sembuh sambil berteriak, “Ooo iki tho Kristina....”.

Untuk teman cowok award paling manglingi agak susah nentuinnya, berhubung banyak dari mereka yang berubah. Tapi aku pantang ngitung kancing untuk memilih, mendingan ngitung duit terus dibuat belanja lah. Dari persaingan yang ketat itu aku pilih Rudy sebagai penerima award paling manglingi. Faktor penentu Rudy menerima award ini bukan masalah perutnya yang membuncit, tapi wajah Rudy jauh berbeda dengan bayanganku akan Rudy jaman baheula. Seingetku dulu Rudy berwajah tirus, kenapa sekarang jadi berwajah agak kotak ya? Operasi plastik kah? Atau ini akibat termehek-mehek yang berkelanjutan? Ah, terlalu hiperbola prasangkaku. Kalau saja aku tidak tertolong oleh tehnologi Blackberry yang memberi bocoran tentang tampang Rudy sekarang ini, sudah pasti aku nggak akan nyapa kalau ketemu Rudy di Plasa Senayan atau Grand Indonesia. Tapi ada satu hal yang tidak manglingi dari Rudy: seleranya memilih wanita ternyata masih sama......teteeeeep.


JAGOAN NGILANG DI KELURAHAN

Jam sudah menunjukkan hampir jam 14.00. Ah, reuni sudah hampir berakhir desahku. Aku pun melayangkan pandangan ke sekitarku. Sebentar lagi aku akan berpisah dari mereka. Sebelum hari ini aku tidak pernah menyangkan bahwa aku merasa begitu kesengsem ketemu dengan Laskar Gunung Brintik. Memori akan kejadian-kejadian di 28 tahun lalu pun menari-nari di kepalaku. Tapi nanti dulu, ada 2 orang yang belum sempat kuajak ngobrol tapi sekarang nggak keliatan ada dimana. Aku pun bergerak ke belakang keluar ruangan. Siapa tau mereka ada di sana? Hmmmm, nggak ada juga. Kemana Basuki dan Fajar? Aku hanya sempat bersalaman dengan mereka, nyaris belum ada komunikasi berarti antara kami. Suciatmo salah satu teman laki-laki mengatakan bahwa ia melihat Basuki dan Fajar sudah pulang. Loh? Kan mereka baru sampai? Heran, Fajar dan Basuki jadi jagoan ngilang gini ya? Mungkin ada hal lain yang mendesak yang membuat mereka terburu-buru pergi. Semoga saja bukan faktor the devil yang membuat mereka terbirit-birit.

Mungkin juga faktor ketidaksabaran yang membuat mereka tidak betah duduk lama di dalam aula sekolah yang walaupun ber-AC sudah mulai memeras keringat kami untuk berlomba-lomba mengucur. Tidak adanya Fajar dan Basuki membuatku pun melirik Suciatmo dan membayangkan kalau saja Fajar dan Basuki datang ke kantor Suciatmo untuk perpanjangan KTP atau KK, mungkin pantat mereka sudah gatal karena duduk kelamaan untuk antri. Dan karena ini bukan reuni yang bisa ditinggal begitu saja, aku membayangkan mereka berdua mendatangi Suciatmo dan mengajukan complain. Halusinasiku terus berlanjut. Kemudian aku membayangkan Suciatmo dengan senyumnya yang malu-malu dan tulus menerima complain mereka. Sikap Suciatmo yang halus, cocok jadi pegawai pemerintah yang melayani masyarakat. Untungnya dalam halusinasiku tidak muncul Handoko yang konon rajanya complain. Mungkin Suciatmo bakal pingsan kalau yang complain Handoko.


AKHIR SEBUAH CERITA

Jam pun berdetak makin mendekati akhir yang sama sekali tidak kunanti. Hiiiih, bisa nggak ya jamnya dibanting saja dan semua di-freeze saja, jadi aku bisa menikmati waktu-waktu indah bersama Laskar Gunung Brintik-ku. Kalau boleh berteriak aku ingin bilang, “More!!!!!!”. Sayangnya aku masih sadar untuk tidak dibilang gila. Tapi ada satu yang rasanya hilang. Aku kok merasa ada sesuatu yang belum terpenuhi ya? Sesuatu yang begitu penting tapi terlupakan. Ah! Aku belum lihat Mulyono! Where is my man? Ini tokoh yang paling berpengaruh di Laskar Gunung Brintik era sekarang. Aku harus ketemu Mul yang sudah bersusah payah mengumpulkan sebagain besar dari Laskar Gunung Brintik datang berkumpul di reuni ini. Ah, itu dia Mul! Tapi wajah Mul terlihat lelah, tampaknya Mul nggak bisa enjoy dengan suasana yang ada. Ekspresinya penuh tekanan. Ini aku masih halusinasi atau beneran ya? Pikirku kemudian, “Oh, mungkin Mul kecapean”. Terkadang manusia memiliki pertahanan diri yang kuat saat mempersiapkan suatu peristiwa penting, dan justru di saat peristiwa penting itu terealisasi pertahanan dirinya sudah mulai habis. Mungkin Mul mengalami hal tersebut. Atau mungkin aku terlalu sok tau berteori. Atau mungkin Mul tidak cape tapi memang wajahnya seperti itu.....walah kasian amat ya?

Tapi apapun kemungkinan itu aku sangat berterima kasih pada Mul yang sudah dengan tulus dan all out merealisasikan semua momen indah ini.
Semua teman rasanya sudah kubahas. Bagaimana dengan diriku sendiri? Aku pun melihat diriku sendiri. Siapakah aku saat ini? Berubahkah aku dibanding 28 tahun lalu? Banyak gejolak dan pengalaman hidup yang sudah menempaku selama ini. Aku tidak lagi merasa sebagai Wulan atau Jawul yang kurus kering yang sering terombang-ambing dengan keraguannya. Malahan sometimes aku merasa terlalu confidence. Entah kemana kaburnya keraguan itu. Aku juga merasa lebih lepas menjalani hidup ini. Tapi ada juga yang masih tetep dan nggak hilang: galak!

Tidak semua teman Laskar Gunung Brintik bisa kutemui dalam reuni ini. Tapi rasanya belum ada teman yang berpulang lebih dulu ke rumah Tuhan. Alhamdulillah, Tuhan memberikan kesehatan dan keselamatan kepada Laskar Gunung Brintik. Mungkin kalau ada yang sudah berpulang lebih dulu, di atas sana dia akan mengelus dada sambil menggeleng-gelengkan kepala dan berkata kepada malaikat di sampingnya, “Malaikat, mengapa Tuhan belum membuat mereka sadar juga ya? Mereka masih sama gila dan nakalnya dengan 28 tahun lalu. Ah, terlalu......”.


#######

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "LASKAR GUNUNG BRINTIK"

Post a Comment